PILKADA DI MASA PANDEMI : ANTARA HAK POLITIK atau HAK HIDUP

12 Oktober 2020, 21:17 WIB
Istimewa /

 

Ditulis Oleh : Naraya Humaira Firamadani, Mahasiswi Ilmu Komunikasi 2019, Universitas Islam Bandung.

AKHIR bulan Desember tahun ini, pemerintah Indonesia sudah merencanakan akan menggelar Pilkada 2020 di 270 daerah di Indonesia. Tapi, rancangan rencana tersebut banyak dikecam oleh masyarakat Indonesia lantaran khawatir pelaksanaan pilkada di tengah pandemi COVID-19 tersebut akan menyuguhkan klaster baru penyebaran virus yang mematikan ini. Karena potensi pelanggaran protokol kesehatan pada saat tahapan menjelang pilkada ataupun saat pemungutan dan perhitungan suara sangatlah tinggi.

Kebanyakan masyarakat Indonesia menginginkan pelaksanaan Pilkada 2020 ini ditunda demi menghindari penyebaran virus COVID-19 yang jumlahnya masih sangat tinggi di Indonesia. Bahkan belum menunjukkan tanda akan menurun dengan waktu yang cepat. Namun para atasan negara ini memilih untuk tidak bergeming dan memutuskan untuk tetap melaksanakan pilkada tahun ini dengan mengklaim bahwa Pilkada 2020 akan dilaksanakan secara aman dengan protokol kesehatan yang ketat.

Dari keputusan yang diambil oleh pemerintah ini, saya bisa melihat bahwa mereka lebih memilih hak politik dibandingkan dengan hak keselematan hidup masyarakatnya sendiri. Sebagai seseorang yang tak lama ini mendapatkan label mahasiswa, saya dituntunt untuk berpikir kritis saat menanggapi hal-hal semacam ini. Maka dari itu, untuk mencoba mendapatkan penjelasan juga kepastian terkait penyelenggaraan Pilkada 2020 ini, saya oun mencoba untuk menghubungi anggota Bawaslu Kabupaten Bandung, Bapak Hedi Ardia selaku koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Kabupaten Bandung.

Baca Juga: Cerita Sri Mulyani Mengenai Perekonomian Indonesia, Belanda Wariskan Hutang Sebanyak Rp15.8 Triliun

Melalui sambungan telepon, saya menanyakan beberapa pertanyaan terkait penyelenggaraan Pilkada 2020 yang kontrovesial ini. Saya menanyakan apa saja aturan pengawasan pilkada yang berlaku saat masa pandemi COVID-19 ini. Beliau pun menjelaskan bahwa dasar aturan penyelenggaraan Pilkada 2020 ini adalah UU No. 1 Tahun 2015 junto UU No. 8 2015 junto UU 10/2016 tentang Penetapan Perppu No. 10 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gurbernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang.

Terkait dengan sanksi yang berlaku bagi peserta pilkada atau pemilih yang melanggar aturan protokol kesehatan pada saat aktivitas penyelenggaraan Pilkada 2020 dilaksanakan, Pak Hedi menjelaskan bahwa sanksi yang berlaku disesuaikan dengan jenis pelanggarannya. Kalau pelanggaran yang dilakukan merupakan pelanggaran pidana, maka akan disesuaikan pelanggarannya. Begitu juga dengan pelanggaran administrasi maupun kode etik.

Saya pun kemudian menanyakan kepada beliau mengenai pandangan dari sisi Bawaslu tentang bagaimana mereka menilai penyelenggaraan pilkada yang dilaksanakan di masa pandemi ini, apakah aman bagi hak hidup masyarakat Indonesia. Pak Hedi menjelaskan bahwa sejatinya, Bawaslu Kabupaten maupun Kota hanyalah pelaksana dari intruksi Bawaslu RI yang mengikuti intruksi sesuai aturan. Maka dari itu, layak atau tidaknya menggelar pilkada dalam situasi pandemi ini semua sudah disepakati oleh KPU, pemerintah, dan Komisi II DPR dengan catatan pengetatan protokol kesehatan agar pilkada tidak menciptakan klaster baru penyebaran virus COVID-19.

Terakhir, Pak Hedi menjelaskan tentang penundaan pilkada, Bawaslu hanya melaksanakan kesepakatan politik yang telah dibuat antara KPU, pemerintah, dan Komisi II DPR. Dan terlepas dari segala kontroversi yang meliputi penyelenggaraan Pilkada 2020 ini, saya sebagai salah satu masyarakat yang akan melaksanakan kewajiban berpolitiknya hanya bisa memegang janji petinggi negara yang sudah berani mengambil keputusan untuk tetap menyelenggarakan pilkada di tengah ancaman pandemi COVID-19 ini.

Saya melihat sejatinya pemerintah sebenernya tidak punya pilihan yang banyak karena tidak ada jaminan juga bahwa setelah memutuskan untuk menunda pelaksanaan pilkada ini, tidak ada jaminan juga bahwa pandemi ini akan mereda. Maka jajaran pemerintah pun memilih pilihan yang menurut mereka lebih baik. Sebagai masyarakat yang sama-sama tidak punya banyak pilihan, kita hanya bisa ikut serta dan memberikan dukungan dengan mentaati seluruh aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Berharap dan berdoa skenario terburuk tidak akan terjadi pada kita semua.***

Editor: Iing Irwansyah

Terkini

Arogansi dan Barbarianisme Politik

42 Tahun FKPPI

Dilema Pembalajaran di Masa Pandemi

Begini Cara GPII Membumikan Pancasila

Terpopuler