Belanda Meminta Maaf Atas Kekerasan dalam Perang Kemerdekaan Indonesia

18 Februari 2022, 16:52 WIB
Dokumen: Presiden Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte berjalan selama pertemuan mereka di istana kepresidenan di Bogor, Indonesia, 7 Oktober 2019. /Willy Kurniawan/REUTERS

AKSARA JABAR - Perdana Menteri Belanda Mark Rutte menyampaikan permintaan maaf penuh pada masyarakat Indonesia.

Hal itu disampaikannya setelah tinjauan akademis sejarah menemukan fakta jika Belanda telah menggunakan tindakan kekerasan berlibhan untuk mendapatkan kembali tanah jajahannya setelah perang dunia kedua.

Rutte menanggapi temuan studi tersebut yang mengatakan militer Belanda telah terlibat dalam kekerasan sistematis, berlebihan dan tidak etis selama perjuangan kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949.

Baca Juga: Profil Livy Renata lengkap dengan Akun Medsos, Jadi BA Esport hingga Kuasai 4 Bahasa

"Kami harus menerima fakta yang memalukan," kata Rutte pada konferensi pers setelah temuan itu dipublikasikan seperti dikutip Aksara Jabar dari Reuters.

"Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia hari ini atas nama pemerintah Belanda."

Temuan tinjauan, yang didanai oleh pemerintah Belanda pada tahun 2017 dan dilakukan oleh akademisi dan pakar dari kedua negara dipresentasikan pada hari Kamis di Amsterdam.

Baca Juga: Polrestabes Bandung: Lima Gerbang Tol di Kota Bandung Terapkan Penyekatan Ganjil Genap

Kekerasan oleh militer Belanda termasuk tindakan seperti penyiksaan yang sekarang akan dianggap sebagai kejahatan perang.

"Sering dan meluas," kata sejarawan Ben Schoenmaker dari Institut Sejarah Militer Belanda, satu dari lebih dari dua lusin akademisi yang berpartisipasi dalam aksi tersebut.

"Politisi yang bertanggung jawab menutup mata terhadap kekerasan ini, seperti halnya otoritas militer, sipil dan hukum: mereka membantunya, mereka menyembunyikannya, dan mereka menghukumnya hampir atau tidak sama sekali," katanya.

Baca Juga: PCNU Sumedang Buka Kedai Kopi

Dikatkan dia sekitar 100 ribu orang Indonesia tewas sebagai akibat langsung dari perang dan meskipun persepsi konflik telah berubah di Belanda. Pemerintah Belanda tidak pernah sepenuhnya memeriksa atau mengakui ruang lingkup tanggungjawabnya.

Pada tahun 1969 pemerintah Belanda menyimpulkan bahwa pasukannya secara keseluruhan telah berperilaku benar selama konflik, tetapi mengakui pada tahun 2005 bahwa mereka berada di sisi sejarah yang salah.

Pada Maret 2020, saat berkunjung ke Indonesia, Raja Willem-Alexander menyampaikan permintaan maaf yang mengejutkan atas kekerasan yang dilakukan Belanda.

Baca Juga: PRMN Jalin Kerjasama dengan KNPI Jabar di Bidang Literasi Digital, Tahap Awal Cetak 4400 Conten Creator

Pemerintah kemudian menawarkan kompensasi 5 ribu euro atau Rp 81.490.413 (kurs 1euro=16.298,08) kepada anak-anak Indonesia yang telah dieksekusi selama konflik setelah penyelesaian tahun 2013 dengan janda dari satu pembantaian terkenal, di desa Ragawede pada tahun 1947.

Rutte mengulangi pada hari Kamis bahwa tawaran Belanda untuk menyelesaikan klaim kompensasi tetap terbuka.

Studi tersebut menemukan bahwa pemerintah mengirim tentara pada misi yang mustahil tidak dilatih dengan baik. Beberapa kemudian terlibat dalam tindakan penyiksaan, pembunuhan di luar proses hukum dan penggunaan senjata yang tidak proporsional.

Baca Juga: Link Nonton Live Streaming Indosiar Persib vs Persipura di Jadwal TV Indosiar Hari Ini 18 Februari 2022

Baik Rutte maupun akademisi yang terlibat dalam penelitian tersebut menolak untuk membahas apakah Belanda mungkin bertanggungjawab atas kejahatan perang dalam konflik tersebut.

"Itu urusan jaksa penuntut umum," kata Rutte.

"Laporan itu memang tidak ditulis dari sudut pandang hukum tetapi dari segi sejarah -- tetapi bagaimanapun juga, hal-hal terjadi di sana yang hari ini kami kutuk sepenuhnya."

Baca Juga: 10 Pertemuan Terakhir Sejak Final LSI 2014, Persib Bandung Tak Terkalahkan dari Persipura

Studi tersebut mencatat bahwa pemerintah dan militer Belanda mendapat dukungan dari masyarakat yang setuju dan media yang tidak kritis --semuanya berakar pada mentalitas kolonial.

"Jelas bahwa pada setiap tingkat, Belanda tanpa ragu menerapkan standar yang berbeda untuk subyek kolonial," ringkasan temuan tersebut.

Meskipun studi tersebut berfokus pada tindakan Belanda, ia mencatat bahwa pasukan Indonesia juga menggunakan kekerasan intens, dan menewaskan sekitar 6 ribu orang pada fase awal konflik, dengan sasaran orang Eurasia, Maluku, dan kelompok minoritas lainnya. ***

Editor: Igun Gunawan

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler