Awalnya, Ismail Marzuki dimasukan ke sekolah formal di HIS Idenburg Menteng. Namun ayahnya khawatir nantinya Ia bersifat kebelanda-belandaan, maka Ismail Marzuki dipindahkan ke Madrasah Unwanul-Falah di Kwitang.
Tiap kali naik kelas Ismail Marzuki diberi hadiah harmonika, mandolin, dan gitar oleh Ayahnya. Setelah lulus, ia masuk sekolah MULO dan membentuk grup musik di sana.
Baca Juga: Peringati Hari Pahlawan, Sosok Ismail Marzuki Dijadikan Google Doodle
Di MULO, Ismail Marzuki memainkan alat musik banjo dan gemar memainkan lagu-lagu gaya Dixieland serta lagu-lagu Barat yang digandrungi pada masa itu.
Setelah tamat MULO, Ismail Marzuki bekerja di Socony Service Station sebagai kasir dengan gaji 30 gulden sebulan, sehingga dia sanggup menabung untuk membeli biola. Namun, pekerjaan sebagai kasir dirasakan kurang cocok baginya.
Ia kemudian pindah pekerjaan dengan gaji tidak tetap sebagai verkoper (penjual) piringan hitam produksi Columbia dan Polydor yang berkantor di Jalan Noordwijk (sekarang Jalan Ir. H. Juanda) Jakarta.
Selama bekerja sebagai penjual piringan hitam, Ismail Marzuki banyak berkenalan dengan artis pentas, film, musik dan penyanyi, di antaranya Zahirdin, Yahya, Kartolo, dan Roekiah (orangtua Rachmat Kartolo).
Baca Juga: Mau Nonton WSBK 2021 di Mandalika? Ini Syaratnya: Wajib Vaksin dan Swab PCR, Umur Minimal 12 Tahun