Kemaruk! Tri Rismaharini Ambil Jabatan Walikota dan Menteri sekaligus, ICW Desak Risma Mundur

- 24 Desember 2020, 13:30 WIB
Foto arsip: Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (tengah) memaparkan proses pembangunan Pasar Turi Surabaya saat rapat dengar pendapat dengan Panja Penegakan Hukum Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 29 November 2016. Presiden Joko Widodo menugaskan Tri Rismaharini sebagai Menteri Sosial.
Foto arsip: Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (tengah) memaparkan proses pembangunan Pasar Turi Surabaya saat rapat dengar pendapat dengan Panja Penegakan Hukum Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 29 November 2016. Presiden Joko Widodo menugaskan Tri Rismaharini sebagai Menteri Sosial. /ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/ama/wsj./ANTARAFOTO

AKSARAJABAR- Politikus PDIP yang saat ini jadi Walikota Surabaya, Tri Rismaharini (Risma) dan mau menerima jabatan Menteri Sosial RI yang ditawarkan Jokowi, disebut Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha melanggar 2 Undang-Undang sekaligus.

Pelanggaran hukum itu, jelas Edi, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, khususnya pasal rangkap jabatan.

"Sedikitnya terdapat dua undang-undang yang dilanggar dengan rangkap jabatannya Risma. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara,'' kata Egi dalam siaran pers yang diterima Aksara Jabar, Kamis, 24 Desember 2020.

Baca Juga: Akan Dilantik sebagai Mensos, Tri Risma Rencanakan Perbaiki Data Penerima Bansos

Menurut Egi, dengan statusnya sebagai Walikota dan Menteri secara bersamaan, Risma berpotensi besar menghadapi konflik kepentingan yang nantinya bakal jadi masalah tersendiri dalam memutus kebijakan yang dipegangnya.

"Ini menunjukkan bahwa baik dalam kapasitasnya sebagai Wali Kota atau Menteri, posisi Risma bertentangan dengan dua UU tersebut. Keputusan Presiden RI untuk membiarkan pejabat publik rangkap jabatan juga jelas bermasalah," ujarnya.

Dalam praktik korupsi, papar Egi, banyak bermula jadi adanya konflik kepentingan. Sehingga praktik rangkap jabatan menjadi contoh buruk dalam membagi kekuasaan, dan tentu saja rawan menjadi pintu masuk penyelewengan.

"Penting untuk ditekankan, menormalisasi praktik rangkap jabatan sama dengan menormalisasi sesuatu yang dapat berujung pada perilaku koruptif. Sebab, rangkap jabatan dapat berpotensi menimbulkan konflik kepentingan saat merumuskan sebuah kebijakan,'' bebernya.

Mengingat pentingnya antisipasi korupsi, Egi mendesak kesadaran Risma agar tahu diri dan mundur dari salah satu jabatan yang sedang dipegangnya. Egi juga meminta Presiden Jokowi untuk tidak memberi contoh buruk dalam mengangkat pejabat publik.

Halaman:

Editor: Iing Irwansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x