PUASA MEMBEBASKAN INDONESIA DARI TIRANI

- 1 Mei 2020, 17:56 WIB
IMG_20200501_174727
IMG_20200501_174727

Ibnu Shina, seorang filosof Muslim juga ahli fiqh, ia membagi latar atau motivasi para pelaku ibadah puasa dalam 3 kategori.

Pertama, puasa untuk mecari pahala, jenis puasa seperti ini puasa yg dilakukan hanya untuk mengumpulkan poin agar bisa masuk surga. Kategori puasa yang demikian sungguh melelahkan, seperti halnya pedagang yang tiap hari mengumpulkan keuntungan saat berdagang.

Dua, puasa untuk menggugurkan kewajiban, yang penting menunaikan puasa selama 30 hari lamanya. Puasa jenis ini untuk membebaskan beban dan tanggung jawab atau kewajibannya tertunai.

Puasa kategori ini orang yg sangat takut kepada Allah jika puasa tidak ditunaikan dengan sempurna. Puasa yg demikian adalah kategori puasanya kaum budak.

Puasa dalam keadaan tertekan atau tertindas, yg penting berpuasa tanpa pertimbangan kualitas dan makna puasa yg terpenting terbebaskan dari belenggu kewajiban.

Tiga, puasa bukan karena takut akan siksaan api neraka dan ingin masuk surga, tetapi puasa karena cinta kepada Allah. Semua ibadah hanya karena mencari keridhaan Allah.

Ini puasanya para sufism, mereka berpuasa bukan untuk menghitung pahala, puasa juga bukan karena ingin merahi surga dan takut akan neraka.

Robiah al Adawiyah seorang sufi perempuan sepanjang ibadah puasanya mengharapkan keridhoan Allah. Olehnya ia berdoa di setiap akhir sujudnya dengan tetesan air mata kehambaan.
Ya Tuhanku jika ibadah puasaku karena takut akan siksaan api neraka, maka masukanlah aku ke dalam api neraka yg terbawa.

Sebaliknya Ya Tuhanku jika Puasaku karena ingin akan surgamu makan tutup pintu surga itu untukku. Ibadahku karena aku rindu untuk bertemu denganmu Ya Allah.

Tetapi puasa juga bermakna membangun komitment kepedulian sosial dan komitment pemihakan pada kaum tertindas.

Puasa sebagai upaya untuk turut merasakan beban sosial atas dilema ketidak adilan sosial ekonomi yg menimpa sesama manusia hidup. Puasa turut merasakan akan denyut nadi peluh keringat penderitaan kaum fikir miskin, menahan lapar dan dahaga.

Kondisi kebangsaan kita kian hari kian memburuk. Kesenjangan sosial ekonomi menjadi fakta yg memilukan. Begitu juga fenomena ketidak adilan hukum, diskriminasi politik telah menjadi potret buruk di negeri ini. Negeri yg kaya raya berlimpah ruah sumber daya alam, tapi rakyat melarat dan tak berdaya bagai nara pidana, yaitu hidup tanpa kemerdekaan.

Sementara kemerdekaan itu sesuatu yang prinsipil yang melekat manusia, dan kemerdekaan itulah menandai adanya eksistensi manusia.

Bila manusia hidup tanpa kemerdekaan, bagai tikus mati di lumbung padi. Inilah sebuah ironi dari negeri kaya tapi salah urus. Negeri diurus oleh rezim boneka, tanpa otak, tanpa narasi dan intelegencia. Bila dibiarkan bisa menjadi NEGERI TIRANI.

Negeri Tirani, ialah yg dipimpin oleh suatu rezim boneka, yg mengabaikan konstitusi, mengabaikan kedaulatan rakyat dan kedaulatan negara. Pemerintah mengatasnamakan kekuasaan negara untuk menekan dan menindas rakyat dengan menggunakan perangkat keamanan negara seperti Kepolisian Negara, Brimob, BIN. Rezim Tirani juga menggunakan UU seperti UU KPK, UU Cipta Lapangan Kerja atau Omnibus Law yang sedang dlm pembahasan, semua itu dipakai untuk mengendalikan dan membungkam rakyat, agar rakyat tidak melawan.

Maka berpuasalah dengan sungguh sungguh selama 30 seperti halnya Nabi Muhammad sungguh sungguh menjalani perenungan saat bertapa di gua hira. Di Gua hiro Muhamma membangun convidensi dan integritasnya sebagai manusia sosok pemimpin yg berkarakter.

Begitu Nabi Muhammad kembali dari gua hira ia sanggup mengibarkan bendera tauhid. Nabi Muhammad melakukan gerakan restorasi pembebasan Kota Mekkah.

Muhammad melakukan perlawanan atas persekutuan dan hegemoni musyrik dan kaum kapitalis yg menguasai kota Mekkah.

Hanya dengan spirit Tauhid Nabi Muhammad Mengembalikan dan menyelamatkan kedigdayaan kota Mekah dari dominasi dan hegemoni oligharcy, kapitalistik kaum Qurays.Tauhid mengajarkan akan konsepsi kesetaraan, kesederajatan serta martabat manusia seluruh bangsa dlm aspek sosial ekonomi, hukum dan politik. Hanya taqwa yg membedakan derajat manusia di hadapan Tuhan.

Maka sesungguhnya dimensi substansif dari ibadah puasa dlm koteks dan kualitas yg demikian akan sanggup melahirkan etos gerakan perlawanan. Perlawanan terhadap berbagai kebijakan ketidak adilan sosial ekonomi pada penguasa yg korup, pada pengusaha yg pelit, monopolis dan perampok kekayaan rakyat.

Mari Kita Berpuasa Untuk Menyelamat Indonesia Dari Penguasa Tirani.

Selamat Memperingati Hari Buruh Internasional.
Ciputat 1 Mei 2020
MHR..Shikka Songge

Editor: Aksara Jabar


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Arogansi dan Barbarianisme Politik

7 Oktober 2020, 15:01 WIB

42 Tahun FKPPI

14 September 2020, 14:05 WIB

Dilema Pembalajaran di Masa Pandemi

7 September 2020, 13:14 WIB

Begini Cara GPII Membumikan Pancasila

11 Agustus 2020, 16:39 WIB

Terpopuler

Kabar Daerah