Pembakaran Sampah Tidak Diamanatkan UU

- 3 Februari 2020, 20:18 WIB
IMG-20200203-WA0014
IMG-20200203-WA0014

PLTSa atau teknologi incenerator (alat pembakar sampah) mungkin terdengar sangat menarik karena dapat cepat mengatasi masalah sampah, termasuk sangat menarik perhatian bagi pengusaha atau investor.

Itu berlaku bagi yang belum memahami karakteristik sampah Indonesia dan bahaya akan penggunaan teknologi incenerator (alat pembakar sampah).
Teknologi incenerator (alat pembakar sampah) merupakan upaya pemerintah yang di dorong oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak tahun 2016, justru lebih banyak menimbulkan pencemaran lingkungan dan berbahaya dari pada bermanfaat menghasilkan listrik dan akan merusak sistem tata kelola sampah yang diamanatkan regulasi persampahan.

Teknologi incenerator (alat pembakar sampah) tersebut bukan merupakan solusi sampah Indonesia yang memiliki karakteristik sampah berjenis basah yang tinggi dan jelas juga bukan solusi untuk mengatasi timbulan sampah di kabupaten subang.

Catatan penting setelah pembakaran maka akan ada tersisa abu atau residu, artinya pola teknologi incenerator (alat pembakar sampah) ini belum termasuk ramah lingkungan, abu atau residu sisa pembakaran mengandung zat pencemar yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan, belum lagi asap dari pembakaran dari proses incenerator yang itupun berbahaya bagi kesehatan seperti dioxin merupakan polutan yang jika terhirup oleh masyarakat luas.

Dalam jangka waktu yang lama atau cepat akan menimbulkan penyakit seperti kanker, parkinson, hingga cacat saat lahir. Dioxin dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan.

Gangguan sistem kekebalan dalam tubuh
Gangguan perkembangan sistem saraf
Gangguan sistem endokrin dan fungsi reproduksi

jika merujuk dan konsisten terhadap undang undang pengelolaan sampah. Pembakaran sampah sudah dilarang secara eksplisit, kelompok aktivis lingkungan yang tergabung dalam Komunitas Tolak Bakar Sampah telah mengajukan judicial review (JR) atas Perpres No. 18 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah, ke Mahkamah Agung (MA).

JR dikabulkan dan selanjutnya MA mencabut Perpres No. 18 Tahun 2016 karena kebijakan atas solusi dengan PLTSa incenerator dan strategi pengelolaannya,
alasan JR karena Perpres No.  18 Tahun 2016 dianggap bertentangan dengan Undang-undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah di Indonesia dan termasuk melanggar Undang-Undang No 19 Tahun 2009 Tentang Pengesahan Konvensi Stockholm tentang bahan pencemar organik yang persisten (Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants).

Artinya dengan alasan apapun PLTSa atau teknologi incenerator (alat pembakar sampah) tidak benar dan tidak tepat sebagai solusi dalam mengatasi sampah, justru ini menambah masalah baru dalam pengelolaan sampah, jika itu akan tetap ada maka yang perlu di kritisi secara bersama adalah.

Apakah lokasi incenerator (alat pembakar sampah) dekat permukiman?

Siapa yang usulkan? Siapa yang dapat keuntungan ?
Apakah ada studi kelayakan? Jika iya, apakah bisa diakses publik? Kalau tidak bisa diakses, apa/mana buktinya bahwa proyek tersebut dipandang LAYAK ?

Apakah ada studi AMDAL plus UKL/UPL atau tidak ? apa saja dampak signifikan yang disebutkan dalam studi ?
Apakah ada sosialisasi kepada masyarakat? apa pendapat masyarakat ?

Editor: Aksara Jabar


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Arogansi dan Barbarianisme Politik

7 Oktober 2020, 15:01 WIB

42 Tahun FKPPI

14 September 2020, 14:05 WIB

Dilema Pembalajaran di Masa Pandemi

7 September 2020, 13:14 WIB

Begini Cara GPII Membumikan Pancasila

11 Agustus 2020, 16:39 WIB

Terpopuler

Kabar Daerah

x