LBH Jakarta Sebut Demokrasi Telah Dikooptasi

- 2 Desember 2023, 13:05 WIB
Ilustrasi demokrasi.
Ilustrasi demokrasi. /Pixabay/geralt/

Sementara itu, Direktur Imparsial Gufron Mabruri menilai suasana kebatinan masyarakat tengah sensitif dengan isu demokrasi. Hal itu muncul ketika ada berbagai pelarangan yang menghambat kebebasan masyarakat sipil untuk bersuara dan menyampaikan pendapat.

"Saya kira ini suasana kebatinan yang dirasakan oleh masyarakat sipil, misalnya ada kasus pelarangan diskusi, pencegahan beberapa orang yang ingin diskusi di kampus karena ada intervensi kekuasaan, kemudian beberapa kawan yang mengkritik pejabat publik dilaporkan ke polisi, bahkan ada yang menghadapi proses hukum," terangnya.

Gufron menyoroti beberapa kasus yang terjadi seperti Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang kini berhadapan dengan hukum dalam kasus dugaan pencemaran nama baik. Bahkan yang terbaru Ketua BEM UI Melki Sedek Huang juga dikabarkan menerima intimidassi akibat mengkritik Putusan MK Nomor 90.

“Saya kira itu beberapa tanda yang dirasakan masyarakat dari menurunnya kebebasan sebagai cerminan dari demokrasi yang mengalami regresi," terang Gufron.

Berbagai kejadian itu juga dinilai menjadi potret yang secara induktif menggambarkan situasi umum hari ini. Kebebasan di ruang publik untuk kritis, berekspresi, berorganisasi, berdiskusi itu menghadapi dinamika politik elite yang anti terhadap kebebasan.

Ditandai Politik Dinasti

Gufron menilai kondisi dan situasi demokrasi di Indonesia tengah mengalami kemunduran serius, terutama di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo. Menurutnya, kemunduran demokrasi Indonesia semakin nyata saat Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 90 terkait batas usia capres dan cawapres yang dinilai melanggengkan politik dinasti.

“Demokrasi Indonesia mengalami de-konsolidasi, regresi. Indikatornya banyak. Puncak dari kemunduran itu salah satunya ditandai dengan politik dinasti yang dimuluskan lewat Putusan MK No.90," tegasnya.

Bahkan jauh sebelum Putusan MK muncul, publik juga sudah dihantui ketakutan untuk berbicara kritis di ruang publik.

"Sebelumnya kan sudah banyak yang secara kritis menyoroti situasi kebebasan di ruang publik yang menurun. Orang takut untuk bicara, menyuarakan pandangan kritisnya ke pemerintah, presiden, DPR, dan elite politik. Beberapa di antaranya ada yang dilaporkan ke polisi, dikriminalisasi," terusnya.

Halaman:

Editor: Iing Irwansyah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x