AKSARA JABAR- Pemberian denda kepada pelaku kebakaran hutan dan lahan dinilai masih kurang jika dibandingkan dengan biaya operasional heli water bombing yang digunakan untuk pemadaman serta pendinginan atas kejadian kebakaran hutan dan lahan di kawasan gunung Bromo, Jawa Timur.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menilai denda tersebut jauh dengan biaya operasional yang telah dikeluarkan untuk upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Bromo.
Baca Juga: Kebakaran di TNBTS Kini Sudah Memasuki Tahap Pendinginan Setelah Dipadamkan
Abdul dalam Disaster Briefing diikuti daring, menjelaskan bahwa pelaku atau penanggung jawab wedding organizer yang menyalakan suar pada sesi foto prewedding penyebab kebakaran di Bromo, telah dikenakan pidana oleh kepolisian dengan ancaman penjara dan denda maksimum Rp1,5 miliar.
"Saya cuma akan berbicara Rp1,5 miliar. Biaya operasional water bombing itu satu sorti, satu jam sudah lebih dari Rp200 juta dan belum tuntas saat ini mungkin (masih) kurang, karena seperti yang kita lihat di (Gunung) Arjuna saja itu operasi water bombing kita sudah lebih dari empat hari," ujar Abdul.
Abdul juga mengungkapkan bahwa 90 persen kejadian karhutla disebabkan oleh perbuatan manusia, baik langsung maupun tidak langsung.
Baca Juga: Kebakaran Hutan dan Savana Kalerna Tengger, Wisata Gunung Bromo Tutup Total
"Kerugian ekonomi mungkin bisa kita bayar tapi kerugian ekologi mungkin butuh waktu untuk merestorasi," ujar dia.
Pada kawasan lahan gambut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah memiliki mekanisme penegakan hukum. TNI-Polri kemudian mengkaji secara forensik sebab kejadian untuk dilakukan penegakan hukum bagi pelaku.