AKSARA JABAR — Penyelenggaraan Seren Taun 22 Rayagung tahun 1958 Saka Sunda di Paseban Tri Panca Tunggal Cigugur, ada pameran batik yang menjadi sorotan tahun ini.
Salah satu daya tarik utamanya adalah Pameran dan Diskusi Batik Kamuning dan Paseban yang digelar di Cagar Budaya Nasional gedung setempat.
Lebih dari sekadar ajang pameran seni, acara ini merupakan perayaan mendalam akan nilai-nilai luhur, identitas, dan peradaban yang terukir dalam setiap helai wastra batik tersebut.
Warisan Budaya dalam Setiap Goresan Batik
Pameran ini adalah wujud penghormatan terhadap jejak kebudayaan dan dedikasi mendiang Rama Pangeran Djatikusumah bagi kemajuan bangsa. Di bawah arahan perancang busana Deden Siswantio dengan tema "Menembus Cakrawala", setiap karya batik menjadi cerminan visi tersebut.
Meskipun diwarnai elegi duka mendalam atas wafatnya Pangeran Djatikusumah, perayaan Seren Taun di Paseban Cigugur tetap berlangsung dengan khidmat dan sarat makna.
Pangeran Djatikusumah adalah tokoh kunci yang berjasa besar dalam melestarikan dan mengembangkan tradisi Seren Taun, sekaligus menjadi simbol toleransi serta keberagaman di Cigugur, Kabupaten Kuningan. Walau telah tiada, semangat untuk melanjutkan dan menjaga tradisi Seren Taun tetap membara di kalangan masyarakat adat Cigugur. Para penerus, khususnya keluarga Paseban, terus mengemban amanah untuk melestarikan warisan budaya ini.
Batik Kamuning: Identitas Global dari Kuningan
Bupati Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, M.Si., didampingi Wakil Bupati Kuningan, Hj. Tuti Andriani, S.H., M.Kn., Senin 16 Juni 2025, dalam sambutannya menegaskan bahwa pameran "Menembus Cakrawala" membawa pesan krusial: Batik Kamuning, termasuk Batik Paseban, adalah milik dunia, bukan hanya milik Kuningan.
Dian mengutip pepatah Sunda, "Ngamumule budaya teh lain ukur ngajaga lahirna, tapi oge ngariksa jiwana" (menjaga budaya tidak hanya merawat bentuk fisiknya, tetapi juga menjaga rohnya), Bupati menekankan pentingnya menjaga esensi budaya.