Jelang Hari Raya Idul Adha 2022: Ini Fatwa MUI terkait Hukum dan Pelaksanaan Kurban pada saat Wabah PMK

7 Juni 2022, 10:59 WIB
Jelang Hari Raya Idul Adha 2022: Ini Fatwa MUI terkait Kurban pada saat Wabah PMK /Pixaby/

AKSARA JABAR– Menjelang pelaksanaan Idul Adha 2022, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa mengenai Hukum dan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Penyakit PMK merupakan penyakit hewan menular yang menyerang hewan berkuku belah baik hewan ternak maupun hewan liar seperti sapi, kerbau, domba, kambing, babi, rusa/kijang, onta dan gajah.

Penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi. Di dunia internasional, penyakit PMK disebut foot and mouth disease yang disingkat dengan FMD.

Baca Juga: Keutamaan Sholat Tahajud Berdasarkan Al-Quran dan Hadits, dari Dikabulkan Doa hingga Masuk Surga

Penyakit PMK atau FMD disebabkan oleh virus yang dinamai virus penyakit mulut dan kuku (virus PMK) atau foot and mouth diseases virus (FMDV). Virus ini masuk dalam famili Picornaviridae dan genus Aphtovirus (MacLachlan & Dubovi 2017).

Dilansir dari web resmi MUI, Fatwa bernomor 32 Tahun 2022 itu terdapat tiga hukum terhadap penyakit tersebut, yakni sah, tidak sah dan tidak memenuhi syarat sebagai hewan kurban .

FATWA MUI NOMOR 32 TAHUN 2022 TENTANG HUKUM DAN PANDUAN PELAKSANAAN IBADAH KURBAN SAAT KONDISI WABAH PENYAKIT MULUT DAN KUKU

Ketentuan Umum

Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:

1. Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau dikenal dengan Foot and Mouth Disease adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus yang sangat menular dan menyerang hewan berkuku genap/belah seperti sapi, kerbau, dan kambing.

2. PMK dengan gejala klinis kategori ringan adalah penyakit mulut dan kuku pada hewan yang antara lain ditandai dengan lesu, tidak nafsu makan, demam, lepuh pada sekitar dan dalam mulut (lidah, gusi), mengeluarkan air liur berlebihan dari mulut namun tidak sampai menyebabkan pincang, tidak kurus, dan dapat disembuhkan dengan pengobatan luka agar tidak terjadi infeksi sekunder, dan pemberian vitamin dan mineral atau herbal untuk menjaga daya tahan tubuh dalam waktu sekitar 4-7 hari.

3. PMK dengan gejala klinis kategori berat adalah penyakit mulut dan kuku pada hewan yang antara lain ditandai dengan lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan, dan menyebabkan kurus permanen, serta proses penyembuhannya butuh waktu lama atau bahkan mungkin tidak dapat disembuhkan.

Hukum Umum

1. Hukum berkurban adalah sunah muakkadah bagi umat Islam yang sudah baligh, berakal dan mampu.2. Waktu penyembelihan hewan kurban dimulai pada saat usai shalat Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah sampai pada tanggal 13 Dzulhijjah sebelum maghrib.

3. Orang Islam laki-laki yang berkurban disunnahkan untuk menyembelih sendiri atau menyaksikan langsung jika memungkinkan dan tidak ada udzur syar'i.

4. Hewan yang dijadikan kurban adalah hewan yang sehat, tidak cacat seperti buta, pincang, tidak terlalu kurus, dan tidak dalam keadaan sakit serta cukup umur.

5. Hukum berkurban dengan hewan cacat, sakit atau terjangkit penyakit ditafshil sebagai berikut:

a. Jika cacat atau sakitnya termasuk kategori ringan seperti pecah tanduknya atau sakit yang tidak mengurangi kualitas dagingnya maka hewannya memenuhi syarat dan hukum kurbannya sah.

b. Jika cacat atau sakitnya termasuk kategori berat seperti hewan dalam keadaan terjangkit penyakit yang membahayakan kesehatan, mengurangi kualitas daging, hewan buta yang jelas, pincang yang jelas dan sangat kurus maka hewan tersebut tidak memenuhi syarat dan hukum berkurban dengan hewan tersebut tidak sah.

Hukum Berkurban dengan Hewan yang Terkena PMK

1. Hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK ditafshil sebagai berikut:

a. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban.

b. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.

c. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban.
d. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah bukan hewan kurban.

2. Pelubangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuhnya sebagai tanda hewan sudah divaksin atau sebagai identitasnya, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban.

Panduan Kurban untuk Mencegah Peredaran Wabah PMK

1. Umat Islam yang akan berkurban dan penjual hewan kurban wajib memastikan hewan yang akan dijadikan hewan kurban memenuhi syarat sah, khususnya dari sisi kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.

2. Umat Islam yang melaksanakan kurban tidak harus menyembelih sendiri dan/atau menyaksikan langsung proses penyembelihan.

3. Umat Islam yang menjadi panitia kurban bersama dengan tenaga kesehatan perlu mengawasi kondisi kesehatan hewan dan proses pemotongan serta penanganan daging, jeroan, dan limbah.

4. Dalam hal terdapat pembatasan pergerakan ternak dari daerah wabah PMK ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya stok, maka umat Islam yang hendak berkurban:

a. dapat berkurban di daerah sentra ternak baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mewakilkan (tawkil) kepada orang lain.

b. berkurban melalui lembaga sosial keagamaan yang menyelenggarakan program pemotongan hewan kurban dari sentra ternak.

5. Lembaga Sosial Keagamaan yang memfasilitasi pelaksanaan kurban dan pengelolaan dagingnya agar meningkatkan sosialisasi dan menyiapkan layanan kurban dengan menjembatani calon pekurban dengan penyedia hewan kurban.

6. Daging kurban dapat didistribusikan ke daerah yang membutuhkan dalam bentuk daging segar atau daging olahan.

7. Panitia kurban dan lembaga sosial yang bergerak di bidang pelayanan ibadah kurban diwajibkan menerapkan prinsip kebersihan dan kesehatan (higiene sanitasi) untuk mencegah penyebaran virus PMK secara lebih luas.

8. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan hewan kurban yang sehat dan memenuhi syarat untuk dijadikan kurban bagi masyarakat muslim. Namun, bersamaan dengan itu Pemerintah wajib melakukan langkah pencegahan agar wabah PMK dapat dikendalikan dan tidak meluas penularannya.

9. Pemerintah wajib memberikan pendampingan dalam penyediaan, penjualan, dan pemeliharaan hewan kurban untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan hewan kurban.

10. Pemerintah wajib mendukung ketersediaan sarana prasarana untuk pelaksanaan penyembelihan hewan kurban melalui rumah potong hewan (RPH) sesuai dengan fatwa MUI tentang standar penyembelihan halal agar penyebaran virus PMK dapat dicegah semaksimal mungkin.

Ketentuan Penutup

1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.***

Editor: Iing Irwansyah

Sumber: mui.or.id

Tags

Terkini

Terpopuler