17 Juni: Hari Dermaga Nasional, Simbol Persatuan Maritim dan Budaya Nusantara

Aksara Jabar - 17 Jun 2025, 09:00 WIB
Editor: Tim Aksara Jabar
Kapal penangkap ikan di Dermaga Pelabuhan Perikanan Bitung , 14 Huni diperingati sebagai Hari Dermaga Nasional/
Kapal penangkap ikan di Dermaga Pelabuhan Perikanan Bitung , 14 Huni diperingati sebagai Hari Dermaga Nasional/ /Arham Licin/Journal Telegraf

AKSARA JABAR - Setiap tanggal 17 Juni, Indonesia memperingati Hari Dermaga Nasional, sebuah momen penting yang tidak hanya mengenang peran dermaga dalam pembangunan bangsa, tetapi juga menegaskan kembali jati diri Indonesia sebagai negara maritim.

Di balik peringatan Hari Dernaga Nasional 17 Juni ini, tersimpan sejarah panjang dan relevansi budaya yang erat dengan identitas Nusantara.

Baca Juga:

Ini Ekspresi Kru Topi Jerami Mode Serius: Saat Bertarung Sepenuh Hati dalam Manga One Piece

Hari Ayah Sedunia 15 Juni 2025: Momentum Menghargai Peran Ayah dalam Budaya Global dan Nusantara

Asal-usul dan Latar Belakang Hari Dermaga Nasional

Hari Dermaga Nasional ditetapkan sebagai bentuk penghormatan terhadap peran strategis dermaga dalam mendukung konektivitas antar pulau di Indonesia. Menurut catatan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, dermaga bukan sekadar tempat bersandar kapal, tetapi titik awal distribusi barang, mobilitas penduduk, dan pertukaran budaya antar wilayah.

Tanggal 17 Juni dipilih merujuk pada sejarah penyatuan jalur pelayaran utama di masa awal kemerdekaan, di mana pelabuhan-pelabuhan utama seperti Tanjung Priok, Belawan, dan Makassar menjadi penghubung vital bagi distribusi logistik nasional. Meski belum sepopuler hari-hari besar lainnya, peringatan ini menjadi penanda penting bagi insan maritim dan pelaku transportasi laut.

Dermaga dan Kebudayaan Maritim Nusantara

Jauh sebelum negara ini terbentuk, masyarakat Nusantara telah memiliki peradaban laut yang kuat. Budaya pelayaran tercermin dalam tradisi perahu pinisi Bugis-Makassar, jukung Bali, hingga kora-kora Maluku. Dermaga menjadi pusat interaksi, tempat nelayan melepas rindu, pedagang bertukar cerita, dan masyarakat lokal membuka diri terhadap dunia luar.

Dalam budaya Jawa, misalnya, pelabuhan seperti Tanjung Emas di Semarang juga menjadi titik masuk pengaruh asing, dari Tiongkok hingga Eropa. Demikian pula pelabuhan Sunda Kelapa, yang dikenal sebagai titik awal berkembangnya Batavia, kini Jakarta.

Halaman:

Sumber: Kementerian PUPR, hubla.dephub.go.id


Tags

Terkini