AKSARA JABAR - Setiap tanggal 18 Juni, dunia memperingati Hari Panik Internasional (International Panic Day), sebuah momen simbolis yang mengajak masyarakat untuk menyadari, mengenali, dan mengelola rasa panik dalam kehidupan sehari-hari.
Meski terkesan unik dan tak biasa, peringatan ini membawa pesan mendalam: panik adalah hal manusiawi, namun perlu dikelola agar tidak merusak kesehatan mental dan kehidupan sosial kita.
Rasa panik kerap muncul saat seseorang menghadapi situasi genting, tekanan berlebih, atau ketidakpastian. Di era modern yang penuh tuntutan, gangguan kepanikan (panic attack) menjadi semakin umum.
Menurut American Psychological Association (APA), kepanikan yang berulang dan tidak terkontrol bisa menjadi gejala dari gangguan kecemasan, dan ini berdampak langsung pada produktivitas serta kualitas hidup.
Namun, budaya Nusantara ternyata sudah sejak lama mengenali pentingnya menjaga keseimbangan batin. Lewat warisan leluhur yang kaya akan kearifan lokal, masyarakat Indonesia memiliki cara tersendiri dalam menangani tekanan dan rasa panik.
Baca Juga:
- Minuman Tradisional Penurun Tekanan Darah Tinggi: Solusi Alami Warisan Nusantara
- Mengapa Pengantin Indonesia Menggunakan Bunga Melati? Ini Sejarah dan Maknanya
Budaya Nusantara dan Keseimbangan Batin
Dalam tradisi Jawa, dikenal konsep “eling lan waspada” — sadar dan waspada. Prinsip ini mengajarkan untuk tetap tenang, berpikir jernih, dan tidak larut dalam emosi ketika menghadapi situasi sulit. Laku spiritual seperti semedi, tirakat, dan hening cipta merupakan teknik kontemplatif yang mirip dengan meditasi modern dan terbukti menenangkan pikiran.