AKSARA JABAR - Tasikmalaya, 21 Juni 2025, Gedung Kesenian Kota Tasikmalaya kembali jadi saksi perjalanan waktu, bukan lewat mesin canggih, tapi lewat tubuh, suara, dan ide-ide segar dari mahasiswa Angkatan 2022 Jurusan Sendratasik FKIP Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya (UMTAS).
Mereka hadir dalam pementasan "Kabayan Langlang Jaman", drama musikal hasil olahan naskah Rosyid E. Abby yang disutradarai oleh Lingkar Andien, sebagai ujian akhir mata kuliah Penyajian Drama.
Pertunjukan ini digelar dalam dua sesi: pukul 16.00 untuk undangan kampus dan keluarga mahasiswa, serta pukul 19.00 untuk masyarakat umum. Tapi jangan salah, sesi malam bukan hanya pengulangan—melainkan ruang eksplorasi yang lebih cair, lebih jenaka, dan... lebih menyentil realitas Kota Tasikmalaya hari ini.
Baca Juga:
Kabayan: Bukan Lagi Orang Desa, tapi Penjelajah Zaman
Dalam versi ini, Kabayan bukan sekadar tokoh rakyat yang naif. Ia menjelma menjadi profesor penjelajah waktu—sebuah metafora cerdas tentang orang Sunda yang punya keberanian menafsir masa depan tanpa tercerabut dari akar tradisinya.
Kabayan diperankan oleh Andhika yang bukan berasal dari Sunda, namun dengan serius menelusuri karakter lewat riset mandiri. “Aku nonton video Kabayan di YouTube, belajar logat, belajar gaya. Dan jujur, ini pengalaman yang sangat memperluas wawasan seni pertunjukan,” katanya.
Kabayan ditemani Sangkuriang (Dito), Dayang Sumbi (Rinda), serta tokoh kolosal seperti Meneer Willem (Irvan), Nyai Dasimah (Ananda), dan tentu saja Iteung (Alma) yang setia di tengah pusaran waktu. Alur cerita melompat dari Batavia tahun 1700-an, ke Bandung masa depan 2750 yang telah jadi rawa purba. Sebuah cara absurd yang menyenangkan untuk memotret bagaimana sejarah, budaya, dan ekologi bisa saling berdialog.